Selasa, 13 September 2011

Sepenggal Kisah Lama

Cerpen Ditulis Oleh : Zahra Safira

Semuanya terasa biasa saja di awal-awal jumpa, walopun sepertinya ada sedikit perhatian lebih ke dia. Kuabaikan perasaan itu, mungkin hanya rasa ingin tahuku saja. Kami juga sempat ngobrol ringan seputar keluarga. Dari obrolannya aku tahu kalau dia adalah seorang ayah. Cukup sampai disitu saja perkenalanku dengan dirinya. Nimo, 27 tahun, seorang Editor di kantor majalah “HALLO” .

“Waduh banyak banget artikel yang harus kukerjakan, mana deadlinenya cuma seminggu lagi” geramku dalam hati. Aku mengerjakannya dengan setengah hati.

Tapi pilihanku sendiri untuk menerima pekerjaan sebagai penulis artikel. Daripada nganggur gak karuan di rumah, dan gak punya penghasilan juga. 

2 tahun aku bekerja, semuanya berjalan seperti biasa tidak ada yang aneh dan kadang membosankan. Tapi aku semakin akrab dengan Nimo, sang Editor. Apalagi dia juga banyak membantu pekerjaanku. Kami sering berkomunikasi lewat YM dan FB chat. Awalnya hanya say hai dan ngomongin kerjaan, ya kadang-kadang juga sering bercanda. Canda yang kadang-kadang gak wajar. Wajar gak wajar sih, mengingat kita adalah rekan kerja.

“Cyn….. YMnya aktifin ya….!” Kadang gitu pintanya Nimo.
“ Cynthia kok YMnya gak diaktifin….” Kadang juga gitu rengeknya Nimo.

Banyak obrolan yang kita omongin disini, mulai dari tulisan, hobby, musik, pribadi, dan yang tidak aku sangka2…… bermulai hanya dari candaan aja, dan aku juga tidak mengganggapnya serius. Tapi di suatu sore ketika pekerjaan sudah mulai beres, dia mengungkapkan sesuatu yang aneh di dirinya. Dia mulai mengagumiku, menyukai gayaku, dan tak ingin kehilangan aku. Lebay deh kayaknya. Aku pikir keanehan itu timbul karena mungkin dia gak ada temen di ruangannya. Mungkin saja dia butuh teman untuk berbagi. Tapi karena aku dan Nimo sering banget YM-an, aku juga jadi terpengaruh. Ada rasa yang aneh ketika dia bicara tentang itu. Kenapa ada yang menggelitik hatiku, kenapa ada rasa senang di hatiku, rasanya seperti kembali ke jaman-jaman SMA dulu. Dulu aku ngerasain hal kayak gini waktu ditembak cowok. Gubrak…. Kenapa aku jadi kayak gini. Secara aku ini adalah istri orang. Ha ha ha kayaknya pengen tersenyum terus. Wajahku terasa panas, dan detak jantungku terasa berdetak lebih kencang. OMG dosakah ini? Aku jadi segan nyamperin Nimo. Walopun aku bersikap sewajar mungkin, karena orang-orang sekitar di kantorku gak boleh tahu tentang hal ini. Bisa gempar dunia kalo mereka tahu tentang hal ini. Aku jadi bingung harus menanggapinya bagaimana, takut salah langkah dan akhirnya terperosok ke jalan yg diiming-imingi kesenangan oleh para setan yang sedang menunggu kita mengikuti jalannya. Aku beristigfar sebanyak mungkin, aku sadari aku ini siapa, dan aku terus mengingat tujuan awal aku berada disini. Apalagi kata-kata itu terus terlintas di pikiranku.

“ De….. Kakak sayang sama Ade”, kakak gak tahu seandainya Ade gak ada disini, dan gak bisa ngebayangin kalo Ade gak disini lagi”


 “ De….. Kakak sayang sama Ade”, kakak gak tahu seandainya kamu gak ada disini, dan gak bisa ngebayangin kalo Ade gak disini lagi”


Waduh bikin bergetar hatiku kalo diinget-inget lagi. Sepanjang hari itu hanya dia terus yang ada di pikiranku. Dosakah ini? Aku harus jawab apa? Kalo aku pun gak bisa membohongi perasaanku. Kalo aku juga nyaman sama dia, kalo aku juga kayaknya gak akan bertahan lama disini tanpa dia. Dan kayaknya juga aku memberikan perhatian yang lebih buat dia. Sang Editorku, Nimo, mungkin masih ada sedikit tempat di hatiku buatmu selain my daughter and her father. Ha ha ha ha….
Sisi Positifnya memang kerja jadi lebih semangat, walopun sebenarnya ini salah. Tapi sepanjang tidak ada yang menyimpang dan Nimo gak macem-macem, aku anggap sebagai vitamin kerja aja. 

Tapi keesokan harinya, mungkin setelah dia pulang ke keluarganya dia juga tersadar kalo hal ini adalah salah. Di sela-sela pekerjaannya dia minta maaf kepadaku melalui pesan singkat di YM atas kata-kata sayang itu.


“What? Apa maksudnya? Nimo mempermainkan hatiku. Dasar Cowok….” Geramku dalam hati.
Rasanya aku ingin marah, dan gak mau ketemu dia lagi. Jadi yg kemarin itu apa?

Tapi sisi lain di hatiku bilang ya sudahlah, akhirnya Nimo sadar juga. Mungkin ini jalan yang terbaik buat kita, dan kita masih dilindungi ALLAH. Mudah-mudahan gak berefek negatif. Walopun kadang aku jadi sewot sama Nimo, jadi lebih hati-hati kalo dia ngomong sesuatu, jadi salting kalo ketemu atau gak sengaja berpapasan. Orang kita ketemuan tiap hari di kantor. Lagi-lagi aku harus bersikap sewajar mungkin, karena gak ada yang tahu tentang hal ini. Untuk menstabilkan perasaanku, beberapa hari aku offline. Kuanggap Nimo gak ada dan sebisa mungkin aku gak ketemu dia. Tapi semua itu mustahil, mengingat dia adalah seorang editor. Aku pasti selalu berhubungan dengan dia.

Satu minggu berlalu…. Akhirnya aku mengalah, semua yang telah terjadi kemarin aku lupakan dan mulai lagi dengan niat yang baru kalo aku dan Nimo pasti akan selalu berkomunikasi soal pekerjaan. Di luar itu aku anggap hanya candaan. Simple dan gak pake perasaan.

Hari berganti hari..... semuanya kembali ke awal, baik-baik saja. Aku juga mulai online lagi di YM dan FB. Seperti yang kuduga kalo Nimo kembali say Hai di YM, mulai chatting lagi, walopun kadang hanya soal pekerjaan.

Ketika atasanku menugaskanku menulis soal musik, aku banyak konsultasi dengan Nimo. Akhirnya aku banyak berhubungan lagi dengan dia tentang musik. Apalagi ternyata ada beberapa lagu yang sama-sama kita sukai dan kita diskusikan bareng untuk tulisan di majalah. Akhirnya kita jadi akrab lagi. Perasaanku terombang-ambing lagi. What happened to me? Kok jadi aku yang aneh ya. Tapi dari sikapnya Nimo, aku ngerti kalo dia juga masih menyimpan sesuatu buatku. Ih kegeeran ya aku.

Akhirnya seperti yang aku duga pasti akan ada pembicaraan tentang ini, tapi bedanya kita sama-sama berpikir jernih tentang hal ini. Kita sama-sama mengakui kalo kita sebenarnya sayang satu sama lain tapi bukan dalam hal “cinta” yang berati nafsu. Kita mengganti kata sayang itu menjadi peduli, empati, dan saling memahami. Sepertinya sama saja tapi mungkin lebih baik daripada “pacaran”.

Nimo tetap menjadi sang Editor yang spesial buatku, tapi tak akan ada kisah cinta lagi antara kita yang membuat dunia ini aneh. Akhirnya kita jadi sahabat yang solid dan saling mendukung. Dan aku tetap Cynthia, sang penulis artikel yang akan selalu diedit tulisannya sama Nimo. Seharusnya aku berterima kasih sama Nimo karena dia telah membuat kehidupanku berwarna. Ha ha ha. Nimo...... aku cubit kamu.

SELESAI

Ditulis kembali seizin penulis oleh Aida

Tidak ada komentar:

Posting Komentar